Pengarang: Dr. Imad Ali Abdus Sami
Husain, (Doktor Bidang Dakwah danTsaqofah Islamiyah Universitas al-Azhar
Kairo).
Penerbit: Wacana Ilmiah Press
(WIP), Solo.
Tahun Terbit: Februari 2006, Cetakan
Pertama.
Tebal: 167 Hal: 140 x 205 mm.
Judul Asli: al-Badru fi al-Hatstsi
‘ala Sholati al-Fajri.
Pengantar: Dr. Muhammad Hasyim
Mahmud, (Dosen Pembantu Jurusan Fiqh Perbandingan Fakultas Syari’ah al-Azhar,
Kota Asyuth) dan Syaikh Ali Mahmud Abu al-Hasan, (Ketua Umum Bagian Dakwah
Komite Fatwa al-Azhar al-Syarif).
Penerjemah: Muhammad Syedayet.
Editor: Mutsanna Abdul Qohhar
& Muhammad Albani.
Jika melihat dalil-dalil dari al-Qur’an dan al-Sunnah beserta
perkataan Sahabat-Sahabat Nabi saw dan para Salaf as-Soleh, kita akan mendapati
bahwa shalat Subuh merupakan shalat yang istimewa. Karena itu, tak hairan jika
pada zaman Sahabat dan pada zaman Salaf as-Soleh, Masjid-Masjid penuh dengan
orang-orang yang menunaikan shalat Subuh, jumlah mereka seperti tak ada bedanya
dengan saat mereka menunaikan shalat Jum’at.
Setelah zaman mereka digantikan oleh generasi berikutnya,
lahir generasi-generasi yang tidak mampu mengalahkan kemalasannay, generasi
yang tidak mampu melawan kantuknya, generasi yang asyik dengan tidurnya dan
generasi yang digelincirkan oleh Syaitan. Maka jadilah Masjid-Masjid sepi,
khususnya bila waktu subuh, yang bisa datang hanyalah segelintir orang saja.
Pada saat sekarang ini, ummat Islam memang banyak meremehkan
pelaksanaan shalat Subuh secara berjamaah, mereka lebih memilih bersiap-siap
pergi kerja, mempersiapkan barang-barang dagangannya atau tetap berada di
tempat tidurnya dan lebih ironis lagi sebagian di antra mereka benar-benar
meninggalkan dan tidak melaksanakan shalat Subuh.
Umumnya, yang benar-benar bisa konsisten menjalankan shalat
Subuh, hanya orang-orang khusus saja. Jika kita mencoba melihat pada setiap
Masjid, kita akan mendapati Masjid-Masjid tersebut hanya terisi satu shaf,
setengah atau bahkan di isi oleh dua orang saja. Itu pun karena dia Marbot dan Imam
Masjid. Dan kalau kita mau meneliti lebih dalam lagi, kita akan mendapati
kebanyakan dari mereka adalah mereka yang punggung-punggungnya telah
membungkuk, tulang-tulang mereka telah rapuh, rambut mereka telah memutih dan
jarang sekali kita mendapati para pemuda berdiri tegak di antara shaf-shaf
mereka.
Lantas, kemana orang-orang yang telah bersaksi bahwa tidak
ada Ilah yang berhak disembah
selain Allah swt ?, kemana para pemuda yang diharapkan untuk menegakkan agama
Allah swt di muka bumi ini ?, ternyata kebanyakan dari mereka lalai dan asyik
dengan tidurnya.
Karena menyaksikan fenomena yang melanda ummat islam saat
ini, khususnya para pemuda yang diharapkan mengemban tampuk kepemimpinan di
pundak-pundak mereka di masa hadapan, maka penulis tergerak untuk memotifasi
dan mengingatkan mereka agar memperhatikan shalat-shalatnya khususna shalat
Subuh dengan menuliskan sebuah buku yang berjudul “al-Badru fi al-Hatstsi
ala Solati al-Fajri”.
Dalam buku ini, penulis memulainya dengan membagi bukunya ini
kedalam enam bahagian, adapun keenam bahagian tersebut secara ringkas sebagai
berikut:
Bahagian Pertama:
Bahagian pertama berisi tentang definisi fajar secara bahasa,
syara’ dan fajar menurut ilmu falak (astronomi), kemudian penulis membagi fajar
ini menjadi dua macam, yaitu fajar yang
membentang panjang, ini adalah fajar kadzib (fajar bohongan), kemudian
fajar yang kedua adalah fajar yang menyebar keseluruh cakrawala langit, inilah
fajar yang sesungguhnya (fajar shodiq).
Adapun fajar menurut bahasa adalah cahaya di pagi hari,
tepatnya adalah warna merah matahari yang keluar pada saat pekatnya malam. Dan
menurut syara’ fajar adalah shalat yang paling pertama dilaksanakan seorang
muslim di harinya, yang mana masuk waktunya ketika terbitnya fajar kedua (fajar
shodiq).
Sedangkan fajar menurut ilmu falak adalah rentang waktu
antara penghujung gelapnya malam dengan terbitnya matahari, atau yang di sebut
juga dengan istilah al-Syafaq.
Bahagian Kedua:
Pada bahagian ini, penulis membahas tentang waktu pelaksanaan
shalat Subuh, dimana penulis mencoba untuk menetapkan kapan awal waktu dan
akhir waktu dari pelaksanaan shalat Subuh tersebut, dengan merujuk pada
dalil-dalil yang ada.
Di antara dalil-dalil yang di kemukakan penulis untuk
menentukan awal dan akhir dari pelaksanaan shalat Subuh adalah hadits yang
menceritakan tentang shalat yang dilakukan oleh Rasulullah saw, dimana beliau
melakukan shalat padan awal waktu dan pada waktu yang lain beliau
mengakhirkannya kemudian berkata, “waktu shalat adalah antara dua waktu
tadi”.
Kemudian penulis menegaskan, shalat di awal waktu lebih baik
ketimbang di akhir waktu. Adapun waktu darurat boleh dilaksanakannya shalat
Subuh adalah sejak terbitnya matahari hingga masuk waktu zuhur.
Untuk memudahkan dalam penetapan awal waktu shalat Subuh,
penulis juga mengambil pendapat dari hasil studi yang dilakukan oleh seorang
doktor wanita yang bernama Mirfat al-Sayyid Iwadh, dosen di bidang ilmu falak
sekaligus astronom pada fakultas di Universitas al-Azhar, dimana dia mengungkapkan
bahwa, waktu fajar adalah ketika ketika suasana kehidupan sedang
tenang-tenangnya, tetapi kondisi cuaca di langit berubah. Dengan demikian kata
dia, waktu fajar sudah masuk ketika matahari berada di bawah kaki langit pada
titik 19,5o.
Dari hasil perhitungan-perhitungan ilmu falak ini, penulis
mengatakan, kita tidak perlu lagi terkecoh dengan apa yang kita lihat. Karena
perhitungan-perhitungan tersebut kini telah menjelma menjadi jadwal-jadwal shalat
lengkap dengan menit dan detiknya.
Selanjutnya, penulis membahas tentang hukum melaksanakan
shalat sebelum masuk waktunya, dengan mengutip perkataan Ibnu Qudamah rahimahullah
di mana ia berkata, “barang siapa shalat sebelum masuk waktu, maka shalatnya
tidak sah menurut mayoritas Ulama’, baik ia melakukannya secara sengaja atau
karena tidak tahu, baik melakukan seluruhnya atau sebagian”.
Hal ini berdasarkan hadits yang diriwayatkan oleh Umar ra dan
Abu Musa ra bahwa beliau berdua mengulangi
shalat Subuh, karena keduanya shalat sebelum waktunya.
Bahagian Ketiga:
Pada bahagian ini,
penulis membahs tentang keutamamaan-keutaman shalat Subuh, dimana penulis
mencoba memaparkan sepuluh keutamaan shalat Subuh yang intinya adalah
memotifasi pembaca agar tumbuh rasa optimis ketika melakukan ketaatan. Dan
mengingatkan pembaca agar dalam perbuatan maksiat ada rasa keputusasaan.
Pada pembahasan ini pula, penulis mencoba meyakinkan pembaca
dengan ketutamaan-keutamaan shalat Subuh dengan memberikan contoh dari
kish-kisah yang penulis dapatkan dan megeritik orang-orang orng yang hanya
mementingkan dunianya dan lupa dengan keutamaan-keutamaan yang ada pada shalat
Subuh.
Pada akhir pembahasan ini, penulis mencoba mengutarakan
harapannya pada pembaca, agar para pembaca bisa mewujudkan dan meyakini
keutamaan-keutamaan yang penulis paparkan.
Adapun kesepuluh keutamaan-keutamaan tersebut adalah sebagai
berikut:
Ø
Shalat Subuh adalah
faktor dilapangkannay rezki.
Ø
Shalat Subuh menjaga
diri seorang muslim.
Ø
Shalat Subuh sama dengan
shalat malam semalam suntuk.
Ø
Shalat Subuh adalah tolak
ukur keimanan.
Ø
Shalat Subuh adalah
penyelamat dari neraka.
Ø
Shalat Subuh adalah
salah satu penyebab seseorang masuk Surga.
Ø
Shalat Subuh akan
mendatangkan nikmat berupa bisa melihat wajah Allah yang mulia.
Ø
Shalat Subuh adalah
suatu syahadah, khususnya bagi yang konsisten memeliharanay.
Ø
Shalat Subuh adalah
kunci kemenangan.
Ø
Shalat Subuh lebih baik
dari pada dunia dan seisinya.
Bahagian Keempat:
Setiap manusia diciptakan dengan membawa tabiat suka pada
yang baik-baik. Tabiat ini menjadikan
manusia rela mengorbankan apa saja dan tidak memperdulikan apa pun, ketika
ingin mendapatkan apa yang ia sukai tersebut.
Akan tetapi sangat di sayangkan, kebanyakan dari mereka hanya
suka pada kebaikan yang bersifat duniawi semata. Mereka berlomba untuk
mendapatkan dunia, Untuk itu pada bahagian ini, penulis mencoba memberikan
beberapa kiat-kiat praktis, agar dapat memelihara pelaksanaan shalat Subuh
secara konsisten, bagi siapa saja yang ingin masuk dalam arena perlombaan untuk
mendapatkan kebahagiaan di akhirat.
Inti dari kiat-kiat yang di paparkan oleh penulis adalah,
bagimana kita memiliki niat dan tekad untuk tetap konsisten dalam melaksanakan
shalat Subuh. Berusaha sebisa mungkin untuk melakukan kebaikan-kebaikan serta
menjauhi segala perbuatan-perbuatan maksiat. Karena menurut penulis, dari
kutipan-kutipannya mengenai penuturan ulama’-ulama’ salaf menyebutkan bahwa,
sesungguhnya perbuatan baik, akan menuai kebaikan-kebaikan yang lain, begitu
pula dengan perbuatan maksiat, akan menuai kemaksiatan-kemaksiatan yang lain
pula.
Bahagian Kelima:
Setelah membahas definisi fajar, waktu pelaksanaan shalat
Subuh, keutamaan-keutamaan shalat Subuh dan memberikan kiat-kiat praktis agar
bisa melaksanakan shalat Subuh tepat waktu dengan konsisten, maka pada bahagian
ini, penulis membahas beberapa hukum-hukum penting terkait dengan shalat Subuh.
Jadi, pada bahagian ini, lebih banyak berkaitan dengan fiqh
yang membahas hukum-hukum yang ada pada shalat Subuh, mulai dari azan sampai
dzikir-dzikir yang dicontohkan oleh Rasulullah saw. Karena pada saat sekarang
ini, penulus melihat banyaknya kebid’ahn-kebid’ahan yang dilakukan orang-orang
mulai dari adzan Subuh sampai dzikir-dzikir setelah shalat.
Tujuan penulis adalah agar para pembaca beribadah atas dasar
ilmu, bukan sekadar ikut-ikutan tanpa mengetahui hukum-hukumnya. Sebab ibadah
yang dibangun di atas fiqh (hukum-hukum yang sudah ditentukan berdasarkan
al-Quran dan Sunnah), harapan untuk diterima lebih besar. Karena fiqh akan
memberitahu mana yang salah dan mana yang benar, mana yang sunnah dan mana yang
bid’ah.
Bahagian Keenam:
Pada pembahasan kali ini, penulis mencoba mengemukakan hadits-hadits
dan atsar-atsar yang menggambarkan kondisi riil kehidupan wanita-wanita di zaman Nabi saw dan tabi’in.
Dimana para salafu soleh, walaupun mereka berbeda pendapat tentang kebolehan
wanita melaksanakan shalat Isya’ dan Subuh di Masjid, tetap saja mereka tidak
melarang wanita-wanita mereka untuk shalat di Masjid. Bahkan mereka sangat
marah jika ada orang yang melarang wanita-wanita mereka ke masjid, seperti yang
dilakukan oleh Ibnu Umar kepada anaknya ketika
menyanggah hadits yang membolehkan wanita ke masjid.
Dari hadits-hadits dan atsar-atsar yang dikemukakan oleh
penulis, menunjukan bahwa bertapa tekunnya para wanita-wanita salaf
melaksanakan shalat subuh di Masjid. Tujuan penulis hanya membahas
wanita-wanita Salaf adalah agar pembaca bisa membandingkan dengan kondisi kita
sekarang, agar pembaca khususnya pemuda kita, termotifasi dan merasa rendah
jika masih dikalahkan dengan kesungguhan wanita-wanita tersebut.
Inilah sekilas tentang isi buku yang berjudul “Keajaiban
Shalat Subuh”, buku ini sangat penting dimiliki dan di baca oleh pembaca,
karena didalamnya penulis mencoba membangkitkan semangat, membangun tekad dan
mengingatkan akan keutamaan-keutamaan shalat Subuh yang telah dilupakan banyak
orang.
Dalam buku ini, tidak saja memuat keutamaam-keutamaan dan
kiat-kiat agar bisa konsisten melaksanakan shalat Subuh, akan tetapi penulis
mencoba mengkombinasikan tiga unsur sekaligus; unsur fiqh yang membahas
hukum-hukum dalam shalat Subuh, hadits-hadits dan dakwah. Dengan adanya tiga
unsur ini, menjadikan buku ini lebih efektif dalam meyakinkan pembaca dan sangat cocok untuk para pembaca
yang lalai dan lupa dengan keutamaan-keutamaan shalat Subuh.
0 komentar:
Posting Komentar